
Detikcom
Image caption
Presiden Joko Widodo melantik Ali Mochtar Ngabalin sebagai tenaga ahli di kantor staf presiden (KSP).
Pemerintahan Presiden Joko Widodo lagi-lagi merekrut politikus yang pernah membela Prabowo Subianto.
Setelah Idrus Marham diangkat sebagai menteri sosial, giliran Ali Mochtar Ngabalin yang didudukkan di tubuh pemerintahan.
Kepada BBC Indonesia, juru bicara kepresidenan, Johan Budi, mengatakan Ali Mochtar Ngabalin akan bertugas sebagai Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Kantor Staf Presiden (KSP) di bawah naungan Jenderal purnawirawan, Moeldoko.
"Pak Ali Mochtar Ngabalin diperbantukan di kantor kepala staf kepresidenan untuk membantu dalam kaitan diseminasi informasi pemerintah. Dia bukan staf khusus presiden, dia juga bukan juru bicara pemerintah," papar Johan Budi.
Perekrutan Ali Ngabalin oleh pemerintah mendapat sorotan karena Partai Golkar pernah memasukkannya dalam tim pemenangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa di Pilpres 2014.
Posisi Ngabalin juga strategis yakni juru debat tim Pemenangan Prabowo-Hatta.
Ngabalin pun punya jejak rekam kontroversial. Dalam kampanye pilpres 2014 lalu, misalnya, dia pernah menyudutkan Jokowi sebagai capres kurus krempeng dan menuduh Jokowi tidak bisa menepati janji kampanyenya di Papua.
Namun, menurut Johan Budi, "Pak Moeldoko paham betul mengenai posisi Pak Ngabalin ketika Pilpres 2014. Itu kan sudah lewat ya. Orang kan bisa berubah juga."
Hak atas foto
Antara/Rivan Awal Lingga
Image caption
Idrus Marham, politisi Golkar yang pernah mendukung Prabowo Subianto, diangkat Presiden Jokowi menjadi menteri sosial.
Jejak rekam Ali Mochtar Ngabalin
- Memulai karier politiknya sebagai kader Partai Bulan Bintang (PBB) dan sempat menjadi anggota legislatif di Komisi I DPRI RI periode 2004-2009.
- Mengajukan diri sebagai calon Ketua Umum PBB untuk periode 2010-2015, namun kalah dari MS Kaban pada April 2010.
- Pada Oktober 2010, bergabung dengan Partai Golkar dengan posisi awal sebagai wakil sekretaris jenderal.
- Masuk tim pemenangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa di Pilpres 2014 sebagai juru debat.
- Ketika pemungutan suara usai dan Joko Widodo dinyatakan sebagai pemenang, Ngabalin melontarkan ucapan kontroversial. "Perjuangan yang kita lakukan tidak berhenti sampai di sini dan kita mendesak Allah SWT berpihak kepada kebenaran, berpihak kepada Prabowo-Hatta. Kita gemas, kapan Tuhan turunkan. Kita desak Allah turunkan bala tentaranya tolong Prabowo."
Menjembatani pemerintah dengan ormas Islam
Alasan detil mengapa pemerintah merekrut Ali Mochtar Ngabalin disampaikan Deputi IV Kantor Staf Presiden (KSP) Eko Sulistyo.
Menurutnya, Ngabalin diharapkan dapat menjembatani komunikasi antara pemerintah dengan organisasi masyarakat (ormas) Islam.
Apalagi pria bersorban itu berlatar belakang sebagai mubalig, pernah menjadi pemimpin pondok pesantren Nurul Falah di Palu, Sulawesi Tengah, sempat menjabat Ketua DPP Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia, serta Ketua DPP Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia.
Alasan itu diamini Firman Manan, pengamat politik dari Universitas Padjajaran, Jawa Barat.
Firman mengakui Ngabalin dekat dengan "kekuatan-kekuatan Islam".
"Dia dapat membangun komunikasi dengan kekuatan-kekuatan Islam yang selama ini terus terang ada yang sebagian merasa tidak terakomodasi pemerintahan Jokowi saat ini," papar Firman.
Hak atas foto
Antara/Rahmad
Image caption
Menurut Kantor Staf Presiden, Ali Mochtar Ngabalin diangkat sebagai tenaga ahli agar dapat menjembatani komunikasi antara pemerintah dengan organisasi masyarakat (ormas) Islam.
Berikutnya, Firman memandang perekrutan Ngabalin erat kaitannya dengan upaya pemerintahan Presiden Jokowi dalam membangun konsolidasi bersama Partai Golkar.
"Sebelumnya Idrus Marham ditunjuk sebagai mensos. Itu bagian dari upaya mengakomodasi Golkar, mengakomodasi kekuatan politik yang mendukung. Tadinya kan Golkar tidak (mendukung)," terang Firman.
Secara terpisah, Hurriyah, pengamat politik Islam dari Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) menepis asumsi Ngabalin akan menjadi jembatan ke ormas Islam.
Dia menilai perekrutan Ngabalin hanyalah manuver politik belaka.
"Saya nggak melihat Pak Ngabalin dipertimbangkan sebagai orang yang punya posisi penting, bisa menjadi jembatan (ke komunitas Islam). Nggak ke situ sih. Lagipula kalau bicara reprensentasi politik Pak Ngabalin, suaranya kecil," kata Hurriyah.
"Fakta yang lebih penting Pak Ngabalin tadinya kan dari kelompok oposisi. Jadi Pak Ngabalin ditunjuk bukan sebagai representasi kelompok Islam, tapi bagaimana (pemerintahan Jokowi) menarik satu per satu kekuatan kelompok oposisi," sambungnya.
Hak atas foto
BAY ISMOYO/AFP/Getty Images
Image caption
Ketika Joko Widodo dinyatakan sebagai pemenang seusai pemungutan suara pada Pilpres 2014, Ngabalin mengatakan: "Kita desak Allah turunkan bala tentaranya tolong Prabowo."
'Akrab dengan kekalahan'
Dari pihak oposisi, bagaimana mereka mengomentari keberpihakan Ali Ngabalin ke kubu pemerintah?
Andre Rosiade, anggota badan komunikasi DPP Gerindra, mengaku tidak mengira Ngabalin akan menyeberang ke kubu pemerintah.
"Bang Ngabalin dekat sama kita, pendukung Pak Prabowo di 2014. Saya pernah bertemu dengan beliau waktu Piala Presiden. Yang saya tangkap Bang Ngabalin masih belum pro Jokowi waktu itu. Tapi itu hak politik bang Bang Ngabalin, kita harus hormati itu," kata Andre.
Bagaimanapun, dengan setengah berkelakar, Andre mengungkap tuah tersendiri dari Ali Mochtar Ngabalin.
"Bang Ngabalin itu akrab dengan kekalahan. Waktu 2009 beliau dukung Pak JK-Wiranto, yang menang Pak SBY-Boediono. 2014, beliau di tempat kita juga kalah. Bisa saja, kekalahan yang sering melekat di Bang Ngabalin akan menular ke Pak Jokowi, akhirnya kalah di 2019. Hahahaha..."
Tidak seperti Gerindra yang menanggapi masuknya Ali Mochtar Ngabalin dengan canda tawa, sejumlah relawan Jokowi justru berang.
Imanuel Ebenezer, ketua kelompok relawan Jokowi Mania yang mendukung Joko Widodo sejak 2014 lalu, tidak terima dengan keputusan pemerintah merekrut Ngabalin.
"Saya dan semua relawan keberatan dengan langkah pemerintah. Ngabalin ini sudah mendiskreditkan Jokowi dan banyak pertanyaannya yang ofensif. Jejak rekam digitalnya pun masih bisa dilihat," cetusnya.
Bagi Imanuel dan para relawan Jokowi, kepindahan Ngabalin tidak masuk kategori pragmatisme politik.
"Secara moral mestinya dia tidak menerima tawaran bergabung dengan pemerintah," tandas Imanuel.
Source
No comments:
Post a Comment