Kritik TNI - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko meminta seluruh pihak tak mencari karena dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Moeldoko pun meminta tak menggali popularitas dengan melontarkan sekian banyak kritik berhubungan wacana penempatan anggota militer aktif di jabatan sipil.

Sejumlah aktivis pro demokrasi mengkritik rencana penempatan anggota TNI aktif ke jabatan sipil sebab dikhawatirkan menimbulkan kembali dwifungsi ABRI.
"Jadi menurut keterangan dari saya janganlah rekan-rekan sekalian semua pegiat apapun namanya itu, tidak boleh cari karena dengan TNI, enggak usah, tidak boleh mencari popularitas melawan TNI, jangan. TNI milik anda semua," kata Moeldoko di Kantor Staf Kepresidenan, Jakarta, Jumat (8/3).
Moeldoko menyampaikan tersebut merespons kritik Robertus Robet menyoal potensi kebangkitan dwifungsi ABRI. Saat aksi Kamisan 28 Februari lalu, Robet mengkritik rencana menanam anggota militer aktif di institusi sipil. Dia menyinggung rencana itu dapat membangkitkan lagi dwifungsi ABRI di era Orde Baru.
Robet melantunkan kritik dan nyanyian yang menyindir ABRI era Orde Baru. Dia sempat diciduk dan diputuskan sebagai tersangka sangkaan penghinaan terhadap penguasa atau badan umum yang terdapat di Indonesia sebab orasinya tersebut.
Robet sekarang telah dilepaskan penyidik Polri usai menjalani pemeriksaan.
Moeldoko mengaku bahwa TNI telah mengerjakan reformasi internal sesudah Orde Baru di bawah dominasi Presiden ke-2 RI Soeharto tumbang. Berdasarkan keterangan dari dia, tiga urusan yang diolah antara lain; evolusi struktur, doktrin, dan kultur.
Reformasi struktur disebutkan Moeldoko dilaksanakan dengan menghapus bidang sosial politik. Kemudian perihal ajaran kini merujuk pada Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 mengenai Tentara Nasional Indonesia (TNI) serta konsentrasi pada pertahanan dan keamanan.
Selanjutnya berhubungan kultur, kata Moeldoko, TNI mengerjakan pembenahan supaya lebih dekat untuk rakyat. Moeldoko menyebut ketika ini juga dikenal istilah 'bersama rakyat, TNI kuat'. Di samping itu, kata dia, TNI pun membuat program 'TNI' mendegar.
"Sudahlah, anda hidup bersebelahan dengan baik, kritik boleh tapi tidak boleh merusak piskologi prajurit, psikologi prajurit kita telah baik, tidak boleh dilukai dengan hal-hal itu. Nyanyian masa kemudian sudahlah masa lalu," ujarnya.
Mantan Panglima TNI tersebut menyadari pada era Orde Baru TNI menjadi sasaran kritik semua aktivis. Moeldoko menuliskan seiring terjadinya reformasi, TNI telah mengerjakan perubahan, laksana tak boleh tercebur politik praktis sampai menjalankan bisnis.
Pensiunan jenderal bintang empat tersebut lantas meminta seluruh pihak tak menyaksikan TNI hari ini dari sudut pandang masa lalu. Moeldoko menyatakan turut tercebur dalam pembenahan di internal TNI. Ia meyakinkan tak bakal ada dwifungsi di era reformasi ini.
"Saya bekerja keras untuk membetulkan situasi. Itu kira-kira kami memandang, saya pastikan tidak bakal kembali dwifungsi ABRI, tersebut kunci," ujarnya.
Terkait dengan penempatan militer aktif ke jabatan publik, Moeldoko menyebut urusan itu masih sekedar wacana dan belum diputuskan. Berdasarkan keterangan dari dia, militer aktif boleh menduduki jabatan sipil ketika ini bila merujuk Pasal 47 UU TNI.
Dalam Pasal 47 UU TNI, jabatan yang dapat diisi prajurit aktif ialah kementerian atau lembaga di bidang koordinator bidang Politik dan Keamanan, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.
Berdasarkan keterangan dari Moeldoko, terdapat satu jabatan dipenuhi militer aktif di luar yang ditata UU TNI, yaitu posisi Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Moeldoko menyinggung keputusan Kepala BNPB dapat diisi militer, polisi aktif maupun sipil sebab melihat keperluan dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
"Intinya presiden sama sekali tidak punya kemauan mengembalikan TNI menjalankan peran dwifungsi," katanya.
No comments:
Post a Comment