Harga Minyak Turun - Pekan ini, harga minyak sempat menguat sebab masalah pasokan yang berkurang. Para anggota Organisasi Negara Eksportir Minyak (OPEC) dan Rusia sepakat untuk meminimalisir produksi menjadi 1,2 juta barel/hari.

Di samping itu, sanksi AS atas Venuzuela dan Iran pun turut menciptakan pasokan minyak menurun. Inilah yang mengakibatkan harga minyak tidak banyak terangkat di mula pekan.
Namun sayangnya, akhir pekan harga emas hitam ini masih tetap berkutat di zona merah. Pekan ini, harga minyak jenis Brent guna pasar Eropa anjlok 0,86% ke posisi US$65,74/barel.
Sementara minyak jenis lightsweet (WTI) guna pasar Amerika lebih terperosok dan turun 1,09% ke posisi US$ 56,04/barel.
Meskipun demikian, sekitar sepekan, harga minyak naik WTI 0,43% dan Brent naik 1,03% secara point-to-point, sementara sejak mula tahun, harga si emas hitam ini masih terdaftar menguat 23,41% guna WTI dan 22,19% guna Brent.
Namun, penguatan harga minyak dunia yang sempat pada pekan ini dipercayai pasar tidak bakal bertaham lama.
Bagaimana tidak, pasokan buatan minyak Negeri Paman Sam meningkat sampai lebih dari 2 juta barel/hari bahkan sempat menyentuh 12,1 juta barel/hari. Dengan potensi buatan sebesar itu, Amerika dapat menjadi eksportir minyak terbesar di dunia.
Sentimen harga minyak yang bakal menurun semakin terbukti, saat pada akhir pekan harga minyak anjlok, sesaat Amerika, Eropa dan China memberitahukan data perekonomian mereka.
Dilansir Forex Factory, pembuatan lapangan kerja sektor non-pertanian di AS pada periode Februari diberitahukan sebanyak 20.000 saja, paling jauh di bawah konsensus yang sejumlah 180.000. Perekrutan ini adalahyang terlemah dalam satu tahun belakangan.
Lebih lanjut, proyeksi perkembangan ekonomi Eropa yang minder semakin memperparah keadaan. Bank Sentral Eropa (ECB) memangkas perkembangan Zona Euro mereka menjadi 1,1%, dan ini ialah level perkembangan terendah sesudah quantitative easing 4 tahun silam, dikutip dari Reuters. ECB pun memutuskan untuk menyangga suku bunga acuan mereka di level 0%.
China pun ikutan menyerahkan sinyal kemerosotan ekonomi. Tidak melulu revisi perkembangan ekonomi ke level 6%-6,5%, neraca perniagaan China bulan Februari melulu membukukan surplus US$ 4,12 miliar, terjun bebas dari pembukuan Januari yang menyentuh surplus US$ 39,16 miliar.
Jadi dapat dikatakan akhir pekan ini sepertinya seluruh indikator ekonomi mesti terpuruk. Mulai dari pelemahan IHSG dan rupiah, hingga penurunan harga komoditas batu bara dan pesimisme harga minyak.
No comments:
Post a Comment